Pyarr
Daris Ilma
24 Juli 2008 menjadi hari yang sangat penting bagi warga Desa Besuki karena pada tanggal tersebut diadakan rapat di rumah Pak Arip di Besuki Timur Tol. Diadakannya rapat ini untuk membahas masalah langkah ke depan Desa Besuki Timur Tol yang tertinggal karena tidak masuk dalam peta terdampak 2008.
Tua, Muda, laki-laki, perempuan dan anak kecil campur jadi satu. Sayangnya aku dan ibuku tidak bisa hadir dalam rapat itu karena karena kami beserta beberapa orang lainnya pergi ke pasar baru Porong untuk menyaksikan pemutaran film korban lumpur dari berbagai desa termasuk desaku.
Kami dijemput beberapa orang dari pasar Porong, seperti tuan putri aja. Pemutaran film dilaksanakan pada malam hari sekitar pukul 07.30 kami dijemput pukul 07.00. bulan bersinar tak begitu terang sehingga kegelapan yang kami rasakan ketika memasuki mobil berpoles coklat muda. Aku, ibu, dan salah satu tetanggaku duduk di bagian tengah, lainnya berada di belakang. Klik… pintu terkunci otomatis. Mobil melaju perlahan melewati tanggul-tanggul yang semakin hari semakin dekat dengan rumahku.
“Eh… ko’ cendelanya terbuka sendiri?” kata bu sanik yang duduk di sebelahku
“Lah tadi ibu ngapain?” tanganku sambil memencet kembali tombol yang melekat di pintu.
“Mobil sekarang canggih ya! Tinggal pencet nutup sendiri!”
Entah mengapa semua tertawa
Akhirnya sampai juga di Pasar Porong. Kami berjalan menuju gerombolan orang yang telah datang terlebih dahulu. Beberapa menit kemudian Film diputar. Orang-orang begitu senang melihat wajah mereka terpampang.
“Lho, iku lo aku!” Celetuk ibu setengah baya yang kegirangan melihat dirinya sendiri
Lama sudah kami menyaksikan keluh kesah para korban lapindo yang dirangkum dalam film pendek. Gambaran dari Renokenongo dan Permisan telah selesai. Kini, giliran desaku. Sepertinya suasana bertambah ramai ketika pemuratan film desaku. Ibu-ibu dari desaku sedikit berteriak untuk mengungkapkan kegembiraannya melihat rumahnya ikut masuk dalam gambar. Sekita pukul 11.00 acara selesai kami diantar pulang.
Sesampainya di rumah kondisi jalan begitu sepi, tak seperti biasanya. Semua sudah turun dari mobil. Sebagian ada yang langsung pulang dan sebagian lagi memilih untuk melangkahkan kakinya ke tempat rapat yang belum juga selesai. Aku memilih tidur.
“Ris, ibu ke Wak Arip dulu, liat rapat kok belum selesai juga.”
Aku hanya mengangguk sembari melepas kerudung.
Aku tak bisa tidur dengan tenang, sedikit-sedikit kubuka mata melihat jarum jam yang terus naik. Lama sudah kumenunggu. Akhirnya kuputuskan untuk melihat kondisi luar. Sepi, dingin dan gelap. Hanya itu yang bisa kurasakan. Aku kembali tidur tapi di ruang televisi.
Beberapa menit kemudian ayah dan ibuku datang. Kubuka mata dan bergabung dengan mereka. Kudengarkan baik-baik kata yang keluar dari ayahku. Ia berkata bahwa rapat itu dihadiri oleh Pak Helmi (anggota DPRD dari frkasi PKS), Pak Syaiful Bakhri (perwakilan besuki timur Tol), Ali Mursyid (Perwakilan besuki Barat Tol) dan seluruh warga Besuki Timur Tol dan Barat Tol yang menempati bekas jalan tol Surabaya–Gempol karena rumah mereka telah tergenangi lumpur akibat jebolnya tanggul penahan lumpur.
Rapat dibuka oleh Pak Syaiful Bahri. Dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan kepada seluruh warga apakah mereka masih ingin wilayahnya masuk Peta atau tidak. Secara serempak mereka menjawab kalau masih ingin wilayahnya masuk Peta terdampak terdampak 2008.
Salah satu dari mereka ada yang mengajukan pertanyaan ia adalah pak Irsyad yang tak lain ayahku sendiri, ia bertanya, ”Apa alasan Besuki Timur Tol bisa tertinggal dalam pemasukan Peta terdampak tahun 2008? Padahal
Warga mengetahui bahwa kawan BKL dan pak Irsyad ke
Dalam pertemuan itu dibuat perencanaan tentang aksi ke
1. Pak Rokhim menyetujui hasil musyaawrah dan seluruh peserta dalam pertemuan itu mengetahui hal itu.
2. Pak Rokhim dkk (BKL) tidak bisa berangkat besama karena mereka sudah tanggal keberangkatannya yang berangkat lebih akhir. Ia juga berkata bahwa mereka akan bergabung dengan koalisi korban lumpur ketika sampai di Jakarta.
Tapi ternyata ketika sampai di
Pertanyaan dari ayahku tadi dijawab oleh Pak Mursyid yang dulunya juga berjuang bersamanya. Tapi karena perbedaan pendapat, mereka tidak bersama lagi. Sebelum menjawab. pak Mursyid meminta izin pada pak Syaiful untuk menjelaskan kejadian sebenarnya di
Agar tidak menimbulkan fitnah dan ayah juga sudah capek menjadi kambing hitam yang bertanya siapa nama orang itu. Tapi tetap saja Pak Mursyid tak mau menyebutkan nama yang ia maksud. Karena geram par Irsyad berdiri hendak menghampiri Pak Mursyid seraya berkata dengan keras
“ Sebutkan namanya! “
Hanya selangkah dari tempatnya ia segera di tarik oleh Pak Kamisan yang tak lain adaah pendukung Pak Mursyid. Ia menyarankan agar mengurungkan niatnya setelah itu rapat menjadi kacau.
“Huuu …,” teriakan warga semakin membuat suasana bertyambah panas.
“Kita tidak perlu mencari siapa yang salah. Tetapi yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana caranya agar wilayah Besuki Timur Tol dapat masuk dalam peta terdampak tahun 2008”
Setelah memberi arahan, rapat pun selesai dan ditutup dengan do’a oleh Pak Helmi. Rapat selesai. Semua membubarkan diri . tapi ketika ayahku kelur dari ruangan terdengar suara orang-orang
“Wes, patenono ae arek iku! Sudah bunuh orang itu,”
Yang lain bilang, “kuburen orep-orep wong iku (kubur hidup-hidup orang itu).”
Warga mulai membentuk kelompok masing-masing untuk membahas kembali malah rapat. Ayahku tak langsung pulang, tapi ia menuju rumah Pakde. Di
Ayahku pulang terlebih dahulu dari tim BKL setelah mendengarkan dengan seksama. Mereka juga menyalahkan sikap Pak Mursyid yang terlalu berani berbicara tanpa fakta.
Setelah lama mendengarkan ayah bercerta, aku pun tidur. Tapi satu hal yang tak mereka ketahui bahwa ayah membawa alat perekam yang ia kalungkan. Semua isi rapat tersimpan rapi. Ia juga mendengarkan hasil rapat tersebut pada keluarga dan kawan-kawannya.
Bsru kali ini aku merasa bahwa keluargaku perlu berhati-hati dan tetap waspada. Tapi ayah tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Hari berikutnya ketika matahari akan terlelap Handphone ayahku berbunyi setelah menerima telepon itu, Ibu, Adik dan nenekku berpamitan akan pergi ke
Aku jadi kerepotan mengurus segala sesuatu. Menyapu, memasak semua menjadi tanggungjawabku, aduh. Ibu cepetan pulang donk! Semua kekhawatiranku tidak terbukti. Hari-hari setelah rapat tak ada yang terjadi. Ucapan warga yang ingin membunuh dan mengubur hidup-hidup ayahku tak terbukti. Itu hanyalah bualan kupikir mereka hanya ingin menakuti keluargaku. Aku pun tenang
Tepat satu minggu setelah rapat……
Pyarrrr………..
Ya….. kaca rumahku pecah tepat pada tanggal 30 Juli 2008.’ Aku masih terbawa oleh mimpi indah yang diberikan sang Khalik. Ayahku jug tertidur di ruag tengah dengan televisi yang masih menyala.
Ketika kaca pecah, aku dan ayah tak segera bangun. Memang aku mendengar sesuatu pecah. Tapi aku berfikir kalau itu adlah toples pecah. Aku kembali tidur. Mataku serasa ada membuka dengan paksa. Aku terpaksa bangun dan membuka pintu kamar meski mata masih terasa perih dan masih ingin memeluk bantal
“ Yah, ada apa ini”
Itulah hal pertama yang kukatakan ketika melihat serpihan kaca yang berserakan hingga ke ruang tengah, perih dimataku seketika hilang. Ayah membuka tirai penghalang ruang tengah dengan ruang tamu.’ Aku mengikutinya dari belakang aku takut! Takut sekali! Takut jika ancaman warga menjadi kenyataan aku segera berbalik menuju dapur.
“Alhamdulillah!” Ucapku ketika melihat kondisi dapur yang baik-baik aja. Aku menyusul ayah ke ruang tamu. Kulihat serpihan kaca yang memenuhi lantai. Batu yang seukuran kepala bayi tak luput dari pandanganku.
“ Jangan!” Teriak ayah yang melihatku ingin mengambil batu tersebut aku segera menarik lenganku.
“kenapa yah!”
“Biarkan batu itu ditempatnya. Nanti ayah akan ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian ini. Biarkan semua pada tempatnya. Biar polisi tahu bagaimana kondisi sebenarnya”