Nikmatul Maula (SMU Bhayangkari)
Tapi apa mau dikata peristiwa itu sudah terjadi 3 tahun yang lalu, tapi luka in terus membekas di hatiku, di pikiranku bahkan di hidupku. Peristyiwa yang gak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun, “ Peristiwa Lumpur Lapindo.”
Masa kanak-kanak, kuhabiskan di
Ganti-rugi tak kunjung terselesaikan, kita pun sebagai korban atas keserakahan oknum-oknum tertentu. Kita tidak menikmati hasil, tapi kita memperoleh kesengsaraan itu, aku hanya sanggup berdo’a agar ganti-rugi segera terealisasi dan meninggalkan tempat pengungsian itu. Tapi itu mungkin masih mimpi buat aku dan para korban Lapindo lainnya.
Aku ingin segera meninggalkan tempat pengungsian ini, tempat yang sangat ramai, tak nyaman buatku. Tapi apa yang harus kulakukan. Aku hanya bisa menangis dalam hati di dalam gelapnya malam. Aku tak mau menyesali takdir. Aku harus bangkit, harus tetap semangat untuk hidupku satu harapan besar selalu aku panjatkan agar pemerintah dan segenap oknum-oknum Lapindo segera membayar 80 % sisa ganti rugi.
Seandainya ganti rugi semuanya terlunasi, apakah aku bisa tersenyum seperti semula? Apakah canda-tawa, keriangan akan kembali lagi? Mungkin dari luar aku bisa tersenyum lega, tapi di dalam hatiku tak mungkin aku bisa tersenyum ikhlas, karena rumah sederhana telah hilang ditelan lumpur. Mungkin aku bisa membuat rumah yang lebih mewah dan megah tapi kenanganku di rumah sederhana tak bisa diganti oleh rupiah yang banyak.